oleh

Aksi demonstrasi menentang kekerasan seksual di lembaga pendidikan pondok pesantren.

-NEWS-2 dilihat

NTB – Kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan khususnya pondok pesantren makin kerap terjadi. Ironisnya, pelaku pelecehan tersebut merupakan pimpinan pondok pesantren yang seharusnya melindungi anak didiknya.

Kasus terbaru terjadi di  Lombok Timur. Dua orang pimpinan pondok pesantren setempat diduga telah mencabuli santrinya.

Kedua pimpinan tersebut adalah LMI di salah satu pondok pesantren di Desa Kotaraja Lombok Timur dan HSN di sebuah pondok pesantren Kecamatan Sikur. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan kepolisian.

Namun dari dua pelaku, ternyata masih ada satu pondok pesantren lagi yang pimpinannya mencabuli santrinya sendiri.

Hal tersebut diungkap Direktur Biro Konsultan Bantuan Hukum (BKHB) Fakultas Hukum Universitas Mataram, Joko Jumadi.

“Ada tiga di Lombok Timur. Satu di Kotaraja, satu di Sikur dan satu lahi di Bagik Papan Kecamatan Pringgabaya,” kata Joko Jumadi.

Dia mengatakan kasus tersebut sudah lama dilaporkan oleh satu orang korban pada sekitar Maret 2022, tapi belum juga ditetapkan tersangka.

Meski korbannya hanya satu, namun diduga aksi pencabulan serupa juga pernah terjadi sebelumnya oleh pelaku yang sama.

“Korban hanya satu tetapi sempat dulu punya masalah yang sama terhadap perempuan yang sekarang menjadi istri kedua. Modusnya diduga dicabuli dulu baru dinikahi. Padahal statusnya beristri lalu istri pertama diceraikan,” ujarnya.

Kasus yang ditangani Polres Lombok Timur, namun hingga saat ini belum ada perkembangan.

Untuk kasus di Desa Kotaraja, modusnya menjanjikan santri akan masuk surga jika mau melayani nafsu pimpinan pondok pesantren. Jika menolak, maka keluarga akan diazab Tuhan dengan ditimpakan musibah.

“Dia menjanjikan korban akan masuk surga baru kemudian mencabuli korban. Kalau enggak mau (berhubungan intim) ditakuti nanti orangtua korban akan celaka atau kena musibah,”ujar Joko yang juga menjadi Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kota Mataram ini.

Joko meminta polisi untuk menelusuri dugaan korban lainnya yang bisa saja ada. Sementara di pondok pesantren Kecamatan Sikur, baru satu korban melapor yang diindikasikan jumlah korban di atas 40-an orang.

Pertanyakan Peran Kemenag

Direktur Biro Konsultan Bantuan Hukum (BKHB) Fakultas Hukum Universitas Mataram, Joko Jumadi menyoroti sejauh mana peran Kementerian Agama (Kemanag) dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap pondok pesantren.

Peran dari Kementerian Agama bagaimana melakukan upaya evaluasi terhadap pondok itu sendiri ini tidak dilakukan kementerian agama bagaimana pengawasannya,” kata Joko, Rabu (24/5/2023).

Dia mengatakan seharusnya Kemenag ikut bertanggung jawab terhadap maraknya kasus pelecehan di lingkungan pondok pesantren, terlebih lagi pondok pesantren di bawah Kemenag.

“Harusnya ikut tanggung jawab bagaimana  memastikan keamanan anak-anak,” ujarnya.

Joko mendesak Kemenag untuk mengambil peristiwa tragis itu sebagai momen evaluasi terhadap pondok pesantren.

“Ini perlu kemudian melakukan evaluasi apa yang menjadi titik riskan pendidikan di Ponpes. Titik riskan bagaimana diantisipasi bukan menutup diri,” katanya.

Joko juga meminta pondok pesantren yang bermasalah dalam kasus pelecehan seksual agar membuka diri demi keselamatan para santri ke depan.

Karena banyak sekali pondok pesanten bermasalah namun menutup diri dari keterlibatan pihak luar dalam membenahi pendidikan di pondok.

Aksi demonstrasi menentang kekerasan seksual di lembaga pendidikan pondok pesantren. Foto: Net

“Pondok yang bermasalah ini biasa menutup diri sehingga masalah tidak bisa diselesaikan. Mereka menganggap bisa mengatasi sendiri, nyatanya enggak berjalan,”ujarnya. (*)