JAKARTA – Ketua Mahkamah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Ade Irfan Pulungan menolak upaya menggadaikan PPP ke pihak-pihak eksternal semata-mata demi mengembalikan PPP menjadi partai politik parlemen.
Irfan mengingatkan, PPP merupakan partai warisan ulama sehingga jangan sampai tradisi dan jati diri PPP tergerus akibat akuisisi oleh pihak eksternal. “Yang jelas adalah PPP ini adalah partai warisan ulama, partai yang berbasis pergerakannya tentang kepentingan umat.
Nah, kami juga tentu tidak mau ya PPP itu seolah-olah, ya bukan diakuisisi, tapi tergadaikan hanya untuk kepentingan PPP kembali ke Senayan. Nah, itulah yang harus menjadi perhatian itu,” kata Irfan kepada Kompas.com, Selasa (27/5/2025).
Irfan tidak memungkiri bahwa ada aspirasi untuk merekrut pihak eksternal supaya PPP dapat menjadi partai politik yang punya kursi di DPR. Menurut dia, perdebatan pun terjadi di internal PPP mengenai arah kepemimpinan ke depan, apakah dipimpin oleh sosok eksternal atau oleh kader yang sudah ada.
Terlebih, PPP masih memiliki banyak kader internal yang mampu memimpin PPP kembali ke kancah politik nasional.
“Tentu juga ada perdebatan juga di internal ya, apakah tidak ada calon dari internal, apakah harus mutlak dari luar yang mampu bisa menjadikan atau mengembalikan kembali PPP masuk di Senayan, PPP bisa berkiprah di pemerintahan, itu di kabinet, kan gitu. Itu yang jadi wacana perdebatan yang ada,” ucap Irfan.
Irfan menekankan bahwa siapa pun figur yang ditawarkan, baik dari dalam maupun luar, harus dinilai dari kemampuannya menyesuaikan diri dengan kultur PPP.
“Kalau saya hanya melihat adalah figur yang mungkin juga ditawarkan kepada tokoh-tokoh tadi itu, apakah dia punya kemampuan untuk beradaptasi sesuai dengan kultur, tradisi, karakteristik PPP,” kata Irfan.
“Kalau dia punya kemampuan, ya kenapa tidak? Masalah tadi persyaratan regulasi itu ya mungkin kan nanti bisa forumnya yang bisa dibicarakan, apakah dalam forum Muktamar nanti itu bisa dibuka, dibangun komunikasi secara bersama,” ujar dia.
Namun demikian, ia mengingatkan bahwa PPP bukan partai yang akan tunduk pada kehendak tokoh luar semata. Irfan menegaskan bahwa keterbukaan PPP bukan berarti mengorbankan prinsip. Menurut dia siapa pun yang ingin bergabung dan berkontribusi harus mampu beradaptasi dengan karakter partai.
“Tetap PPP akan membuka diri kepada siapa pun, sepanjang mereka-mereka itu ya harus mampu beradaptasi. Bukan PPP yang beradaptasi kepada figur-figur yang ada,” kata dia menegaskan. Diberitakan sebelumnya, Ketua Majelis Pertimbangan PPP Muhammad Romahurmuziy atau Rommy menyebut ada banyak sosok di luar partai yang dinilai mampu memimpin PPP.
Mereka adalah mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, hingga eks Kepala Staf Angkatan Darat Dudung Abdurachman. Menurut Rommy, perlu kehadiran sosok pemimpin luar biasa untuk membawa PPP kembali mendapatkan kursi di DPR pada 2029 mendatang.
“Saya berusaha sebisa mungkin agar partai ini kembali ke Senayan. Effort untuk ke situ maha berat, mengingat belum ada satu sejarah pun sejak 1998, partai yang terlempar dari Senayan, mampu kembali,” kata Rommy.
“Karenanya dibutuhkan extraordinary power dan extraordinary leader untuk memimpin PPP. Karenanya saya berusaha membujuk banyak tokoh yang saya nilai mampu, baik karena ketokohannya,” ujar dia.
Nama-nama tersebut pun ia konsultasikan kepada Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi). Hasilnya, nama Amran yang dinilai mampu memimpin PPP. “Memang salah satu sebab mengapa kemudian semakin fokus nama Pak Amran. Karena Pak Jokowi tahu persis kualitas dan totalitas Pak Amran jika diberikan sebuah amanah,” ujar mantan ketua umum PPP itu.