JAKARTA – Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menemukan harta karun atau harta benda yang didapat dengan cara tidak sah dari penangkapan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta alias (MAN).
MAN diamankan dalam dugaan kasus suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Tak sendiri, MAN ditangkap bersama empat rekannya dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat.
Tiga tersangka lainnya adalah WG merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, serta MS dan AR yang berprofesi sebagai advokat.
Penyidik Kejagung juga menemukan harta yang disita dari lokasi penangkapan keempat tersangka. Barang bukti yang disita antara lain uang tunai dalam bentuk dolar Singapura, dolar Amerika, dan rupiah.
Selain itu, penyidik Kejagung juga menyita sederet mobil mewah dengan berbagai merek, seperti Ferrari, Nissan GT-R, Mercedes-Benz, hingga Lexus.
Berikut Sosok dan Harta Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta yang Ditangkap Kejaksaan Agung pada Sabtu (12/4/2025).
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar menyebut, dalam kasus ini pihaknya telah melakukan penggeledahan di berbagai lokasi di Jakarta dan beberapa daerah lain.
Dari penggeledahan itu, pihaknya kemudian menyita barang bukti berupa uang tunai dalam berbagai mata uang asing dan rupiah, dokumen, serta sejumlah mobil mewah.
“Penyidik membawa beberapa orang yaitu antara lain WG, yaitu panitera muda perdaya pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Kemudian MS dan AR berprofesi sebagai advokat,” ungkap Abdul Qohar dikutipd ari Tribunnews, Minggu (13/4/2025).
“Kemudian MAN, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena digeledah ditemukan beberapa uang seperti yang saya sebut,” sambungnya.
Keempat tersangka itu diduga kuat terlibat dalam gratifikasi terkait pengurusan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada periode Januari 2021-Maret 2022.
Perkara tersebut melibatkan sejumlah korporasi besar, yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group, yang seluruhnya telah diputus oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025.
Sebagai informasi berdasarkan amar putusan yang diperoleh dari laman resmi Mahkamah Agung, diketahui bahwa pada 19 Maret 2025, tiga korporasi Permata Hijau Group, Wilmar Group,
Dan Musim Mas Group dibebaskan dari semua tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus pemberian fasilitas ekspor CPO antara Januari 2021 hingga Maret 2022.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan, para terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, namun perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai tindak pidana, sehingga mereka dibebaskan dari semua dakwaan JPU.
Sementara itu, dalam keterangan resmi Kejaksaan Agung, JPU sebelumnya menuntut para terdakwa untuk membayar sejumlah denda dan uang pengganti.Â
Terdakwa PT Wilmar Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619.
Jika tidak dibayarkan, harta Tenang Parulian selaku Direktur dapat disita dan dilelang, dengan ancaman pidana penjara selama 19 tahun.
Terdakwa Permata Hijau Group dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 937.558.181.691,26.
Jika tidak dibayarkan, harta David Virgo selaku pengendali korporasi tersebut dapat disita, dengan ancaman pidana penjara selama 12 bulan.Bukan Cuma Ketua PN Jaksel, Kejagung Temukan ‘Harta Karun’ dari Pengungkapan Kasus Korupsi CPO
Kuasa Hukum Tersangka Penganiaya Satpam RS Bantah Ada Kontak Fisik: Cuma Saling Dorong Lalu Terjatuh
Sementara itu, Musim Mas Group dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 4.890.938.943.794,1.
Jika tidak dibayarkan, harta para pengendali Musim Mas Group, termasuk Ir Gunawan Siregar selaku Direktur Utama, akan disita untuk dilelang, dengan ancaman pidana penjara masing-masing selama 15 tahun.
Para terdakwa diduga melanggar dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 (**)