KUPANG – PengumumanĀ calon taruna Akpol asal Polda NTT yang meloloskan 11 Calon Taruna yang sebagian besar Non-NTT menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
Ketua DPRD NTT EmiĀ Nomleni mendesak KapoldaĀ NTTĀ Irjen Pol. DanielĀ TahiĀ MonangĀ Silitonga menjelaskan alasan mengapa calon asal NTT banyak yang tak lolos malahan dari luar NTT banyak yang lolos.
“Kondisi ini sangat disayangkan karena 11 nama yang lolos ituĀ keterwakilan anak-anak NTT sangat terbatas, walaupun demikian karena kondisi ini menjadi ramai dan menyita perhatian publik tentu perlu menjadi perhatian kita bersama.
Kita berharap bapak Kapolda bisa memberikan penjelasan tentang proses ini walaupun bukan merupakan kewajiban karena itu menjadi kewenangan institusi,” tegas EmiĀ Nomleni, Minggu 7 Juli 2024.
Dirinya menghormati institusi Polri dengan berbagai mekanisme dan proses yang telah dilakukan tanpa intervensi.
Namun dia menegaskan harus dicek kembali apakah kesebelas anak ini diluar berdasarkan nama adalah anak NTT, apakah memiliki hubungan erat dengan NTT, baik itu ikatan perkawinan maupun hal-hal lain yang memungkinkan bisa dari NTT.
Sebab saat ini Indonesia Timur sangat ketinggalan jauh dari Indonesia Barat dan ada disparitas yang sangat kentara dan untuk mengejar gap tersebut perlu adanya wujudĀ keadilan sosial dengan adanya affirmasi khusus dengan mempertimbangkan keterwakilan wilayah.
“Kita tentu berharap bahwa anak-anak NTT juga bisa memdapatkan haknya untuk mengikuti berbagai proses yang dilakukan. Pertanyaannya mengapa anak-anak NTT sulit untuk bisa lolos,” ungkapnya.
Bila alasan yang dikeluarkan oleh Kapolda soal standar maka dia menyangsikan bila Indonesia Timur termasuk NTT bisa berkompetisi secara adil dan hasilnya hanya 1 atau 2 orang saja yang lolos.
Tentu standar itu membuat anak-anak NTT harus menguburkan mimpi-mimpi mereka.Ā Oleh karena itu tindakan afirmatif harus dilakukan, tentu dengan memperhatikan standar-standart.
“Ini tesnya dilakukan ditiap daerah, tentu ada pertimbangannya, kalau mau bebas, maka itu dilakukan langsung dari pusat, tapi ini dilakukan di daerah berarti ada ruang yang diberikan kepda daerah agar ada keterwakilan wilayah,” tambahnya.
Meskipun semua punya hak yang sama, hanya dalam hal ini harus memberi perhatian kepada daerah untuk juga mendapatkan hak-hak secara khusus dalam upaya mengilangkan disparitas antar wilayah khususnya Barat dan Timur.
Melihat ini dirinya juga mengaku kecewa karena kemampuan anak NTT terbilang bagus namun disisihkan seolah sebuah roti yang diberikan bagi anak NTT tapi harus berbagi dengan daerah lain yang juga punya jatah roti yang sama.
“Mana mungkin kita bisa kejar ketertinggalan kalau proses seperti ini, ini jadi preseden buruk. Karena prosesnya di NTT ruang perlu diberikan kepada anak-anak NTT di 22 Kabupaten Kota,” cetusnya. (*)