Oleh: H. Mustafa – Anggota DPRD Wajo
WAJO – Pembangunan daerah tidak hanya soal fisik, tetapi juga soal keadilan hukum dan manfaat ekonomi. Ketika proyek-proyek pemerintah mulai dikuasai oleh pola borongan yang tidak sehat, saya sebagai wakil rakyat bertanya: Apakah hukum kita sudah lumpuh? Apakah ekonomi lokal hanya jadi korban?
Hukum: Prosedur Sah, Tapi Praktek Bisa Salah Benar bahwa Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah membuka peluang semua pihak untuk ikut tender, termasuk perusahaan dari luar daerah.
Tapi peraturan itu juga menekankan kualifikasi dan kapasitas nyata, termasuk soal tenaga kerja, alat, serta kemampuan manajemen. Kalau perusahaan hanya memiliki dokumen di atas kertas, tapi tidak hadir nyata di lapangan — lalu seluruh pekerjaan diserahkan ke pihak ketiga secara borongan — maka secara prinsip hukum, ini sudah keluar jalur.
Hukum tidak hanya mengatur prosedur, tetapi juga substansi niat dan tanggung jawab pelaksana. Lebih jauh lagi, jika satu perusahaan menang di banyak paket proyek, padahal tidak memiliki kapasitas alat dan SDM yang cukup, Dan tetap diloloskan oleh panitia lelang, maka saya melihat ada potensi pengkondisian atau pembiaran sistemik, yang bisa masuk dalam korupsi dalam perencanaan.
Hukum pengadaan tidak boleh dibungkam oleh permainan akal-akalan administratif. Negara hadir untuk menjaga keadilan, bukan membiarkan monopoli kerja dengan kedok legalitas. Ekonomi: Uang Rakyat, Tapi Tidak Berputar di Wajo; Kita harus jujur. Proyek APBD itu memakai uang rakyat, dan semestinya menjadi alat untuk memutar ekonomi rakyat.
Namun yang terjadi sekarang, ketika proyek-proyek besar dimenangkan oleh perusahaan luar dan dikerjakan lewat pola borongan tanpa struktur lokal, maka Wajo hanya dijadikan tempat menanam aspal, bukan menanam harapan. Saya melihat langsung bagaimana: Tenaga kerja lokal hanya jadi penonton. Material dibeli dari luar. Keuntungan dibawa pulang ke luar daerah.
Ini kerugian ekonomi yang tidak terlihat, tapi terasa. Rakyat tidak mendapat kerja, toko bangunan tidak hidup, dan daya beli masyarakat tidak naik. Pembangunan tanpa sentuhan ekonomi lokal adalah pembangunan yang gagal secara sosial.
Kita membangun jalan, tapi tidak membangun kesejahteraan. Ini bukan salah rakyat, ini salah sistem yang membiarkan proyek dikuasai oleh pola borongan terselubung. Panggilan untuk Evaluasi: Jangan Ada Lagi “Proyek di Atas Kertas”
Saya menyerukan kepada semua pihak:
Pemerintah daerah, Dinas teknis, Pokja LPSE, Bahkan penegak hukum. Untuk bersama-sama menghentikan pola proyek borongan tak sehat ini. Mari audit siapa yang menang proyek, bagaimana pola kerja mereka, dan siapa yang sebenarnya kerja di lapangan.
Kalau perlu, buka ke publik:
Berapa alat berat perusahaan itu? Siapa tenaga kerja tetapnya? Berapa lokasi proyek yang sedang mereka pegang bersamaan? Jika tidak mampu membuktikan itu, maka mereka tidak layak menang tender,Jangan Biarkan APBD Dikuasai oleh Sistem Borong-Memborong
Saya bukan anti perusahaan luar, saya anti pada praktik kotor yang menyalahgunakan celah hukum dan mengabaikan hak-hak ekonomi warga lokal. “Uang rakyat harus kembali ke rakyat, bukan hanya lewat jalan dan bangunan, tapi lewat pekerjaan, usaha, dan penghidupan.”Jangan kita bangun jalan, tapi rakyat tetap jalan di tempat.