oleh

Setya Novanto Ketiban Durian

JAKARTA – Konon durian adalah buah paling enak di dunia. Bahkan bisa disebut buah surga. Sementara Mahkamah Agung (MA) disebut sebagai surganya koruptor, dan kuburannya keadilan.

Kini, surganya koruptor itu meruntuhkan durian yang mengenai Setya Novanto sekaligus mengubur keadilan sedalam-dalamnya.

Diberitakan, MA mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) Setya Novanto, terpidana 15 tahun penjara dalam kasus korupsi e-KTP di Kementerian Dalam Negeri yang merugikan keuangan negara hingga Rp2,3 triliun.

Masa hukuman bekas Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar itu dikorting 2,5 tahun sehingga menjadi 12,5 tahun.
Tidak itu saja. MA juga mengorting pencabutan hak politik Setnov dari semula 5 tahun menjadi 2,5 tahun terhitung sejak tanggal ia bebas kelak.

Setnov pun ibarat ketiban durian runtuh. Ketiban durian bukannya pingsan, melainkan penuh kebahagiaan. Semula ia akan bebas pada 2033, karena divonis pada 2018.

Kini ia akan bebas pada 2030 akhir. Bahkan bisa lebih cepat lagi, karena setelah menjalani 2/3 masa hukuman, ia bisa bebas bersyarat. Setnov akan bebas pada 2028. Ia pun bisa ikut cawe-cawe pada Pemilu 2029.

Belum lagi kalau ia dapat remisi setiap 17 Agustus dan Idul Fitri. Bisa-bisa Setnov bebas pada 2026 dan pada Pemilu 2029 ia sudah bisa ikut berlaga sebagai calon anggota legislatif. Dus, ketika selama ini ada stigma MA adalah surganya koruptor, hari ini kian terbukti.

Ketika selama ini ada stigma MA kuburannya keadilan, hari ini juga kian terbukti. Betapa banyak koruptor yang sudah mendapatkan kortingan hukuman dari MA, baik melalui putusan kasasi maupun PK. Tahun 2019-2020 saja, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat ada 20 koruptor yang hukumannya disunat MA.

Sebab itulah pemberantasan korupsi di Indonesia tak kunjung berhasil, karena MA gagal menciptakan detterent effect (efek jera) dan shock therapy (tetapi kejut) yang merupakan tujuan dari pemidanaan. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, rata-rata hukuman koruptor di Indonesia cuma 3,5 tahun. Ini belum termasuk remisi di setiap hari kemerdekaan dan hari raya.

Tak heran jika kemudian muncul residivis koruptor. Pun, tak sedikit koruptor yang baru bebas dari penjara dalam suatu kasus, langsung ditangkap lagi sebagai tersangka kasus lainnya. Contohnya Nurhadi, bekas Sekretaris MA, yang Ahad (29/6/2025) dini hari lalu bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, dalam kasus gratifikasi,

Yang langsung ditangkap KPK lagi sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus pengurusan perkara atau mafia peradilan di lingkungan MA. Mengapa MA seolah berpihak kepada koruptor? Salah satunya karena MA sendiri tidak bersih. Di sini jenis mencari jenis.

Sebut saja dua hakim agung MA yang terlibat korupsi, yakni Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh. Selain Nurhadi, bekas Sekretaris MA lainnya juga terlibat korupsi, yakni Hasbi Hasan. Alhasil, jenis mencari jenis. Koruptor berpihak pada koruptor. Keadilan pun dimakamkan.