JAKARTA – Jubir Maklumat Juanda, Alif Iman, membacakan pantun bernada kritik yang ditujukan ke rezim pemerintah Presiden Joko Widodo.
Pantun ini dia bacakan di hadapan massa aksi yang menggelar demo “Kawal Putusan MK” di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024).
“Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian,” ucap Alif membacakan pantunnya. “Cakep…,” balas pedemo. “Kalau penguasa itu bapakku, jadi apa pun kesampaian,” lanjut Alif yang disambut sorakan wuu oleh pedemo.
Tunjukkan Bahwa Rakyat Itu Ada dan Tak Tidur Setelah Unjuk Rasa di Berbagai Daerah, Akankah DPR Hentikan Revisi UU Pilkada?
Selain menyentil politik dinasti, aktivis 1998 itu juga mengingatkan agar menolak lupa mereka yang gugur dan hilang ketika menumbangkan rezim Orde Baru.
“Asam kandis asam gelugur ketiga asam si rang riang // Ingat selalu mereka yang gugur dan yang hingga kini masih hilang,” ucap Alif juga dengan berpantun.
Pada bait berikutnya, Alif kali ini menyentil mantan aktivis yang memutar haluan. “Kalau ada jarum yang patah jangan masukkan ke dalam peti // Mengaku aktivis tapi latah, tegak lurus politik dinasti,” ungkapnya.
Sebagai pamungkas pantunnya, Alif kembali mengkritik presiden. “Layang-layang bertali besi, tanam selasih dekat beringin // Presiden mestinya tahu konstitusi, kalau tidak kita yang turunin,” ucap Alif.
“Berguru ke padang datar dapat rusa belang di kaki // Bagaimana tidak kurang ajar, sudah dua kali eh minta lagi,” tuntas dia.
Ada Sindir Ridwan Kamil Soal DPR Untuk diketahui, massa yang terdiri dari aktivis 1998 dan para guru besar akademisi menggelar unjuk rasa di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (22/8/2024) pukul 10.00 WIB.
Mereka membawa spanduk dan tulisan bernada kritik, seperti “Keputusan MK Harga Mati”, “#SaveMK Jangan Begal Konstitusi”, dan “DPR Taman Kanak-Kanak”.
Selain itu, spanduk besar bertuliskan “Indonesia Darurat Demokrasi, Matinya Demokrasi Indonesia”, “Baleg DPR Pembangkang Konstitusi”, dan “Tolak Pilkada Akal-akalan Penguasa, Kawal Putusan MK” juga terlihat di antara massa yang berunjuk rasa.
Spanduk itu menegaskan bahwa demokrasi dan konstitusi Indonesia telah “dibegal” oleh koalisi besar yang hanya mementingkan kekuasaan, bukan kesejahteraan rakyat.
“Kami menyebut bahwa demokrasi, konstitusi Indonesia dibegal oleh koalisi besar yang dipimpin Jokowi dan memanfaatkan DPR untuk kepentingan pelanggengan kekuasaan,” ujar Alif di lokasi.
Alif mengkritik DPR dan Presiden Jokowi yang dianggap tidak menjaga marwah MK dan justru merusak demokrasi. “DPR dan Presiden telah ugal-ugalan membajak demokrasi,” tegasnya.
Sejumlah tokoh hadir untuk memberikan orasi dalam aksi tersebut, termasuk Guru Besar Filsafat STF Driyarkara, Romo Franz Magnis Suseno, Pendiri SMRC Saiful Mujani, Guru Besar FISIP UI Valina Singka Subekti, Mantan Ketua KPK Abraham Samad.
Selain itu juga hadir Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, Pakar Tata Negara Bivitri Susanti, Analis Sosial Politik UNJ Ubedilah Badrun, dan Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti.
Unjuk rasa ini merupakan bagian dari rangkaian aksi di tiga titik di Jakarta, yaitu depan Gedung DPR/MPR RI, Mahkamah Konstitusi (MK), dan Istana Negara. Aksi ini dipicu oleh tindakan DPR RI yang secara mendadak menggelar rapat Badan Legislasi (Baleg) pada Rabu (21/8/2024),
yang menolak menjalankan putusan MK terkait syarat usia minimum calon kepala daerah dan menganulir ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah.