JAKARTA – Mantan Kepala Bea dan Cukai Purwakarta Rahmady Effendi Hutahaean tidak memberikan banyak keterangan setelah keluar dari kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memenuhi panggilan dan klarifikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya pada Senin, 20 Mei 2024.
“Saya sudah klarifikasi, tanyakan saja ke dalam ya,” ujar Rahmady Effendi Hutahean kepada wartawan sembari berjalan tergesa-gesa meninggalkan Gedung Merah Putih KPK, Senin sore seperti dikutips Hops.ID dari tayangan YouTube Kompas pada Sabtu, 1 Juni 2024.
Pernyataan tersebut dilontarkan sesaat sebelum Rahmady Effendi Hutahean terburu-buru meninggalkan gedung tanpa memberikan pernyataan tambahan.
KPK memanggil Rahmady setelah mendapatkan laporan temuan pinjaman yang jumlahnya melebihi harta yang ia laporkan dalam LHKPN miliknya.
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menerangkan bahwa meskipun Rahmady melaporkan hartanya sebesar Rp6 miliar, ia dilaporkan oleh teman bisnisnya memberikan pinjaman hingga Rp7 miliar, yang mana angka ini tidak masuk akal.
“Makanya hartanya Rp6 miliar, tapi kok dilaporkan dia memberikan pinjaman sampai Rp7 miliar, kan enggak masuk di akal ya,” ujar Pahala.
Karena kasus inipun, Rahmady dibebastugaskan dari jabatannya sebagai Kepala Bea Cukai Purwakarta oleh Kementerian Keuangan lantaran diduga memiliki perusahaan dengan aset mencapai angka Rp60 miliar.
Kemenkeu mengambil keputusan ini setelah Rahmady dilaporkan oleh pengusaha Wijanto Tirtasana lewat pengacaranya, Andreas, atas dugaan nilai LHKPN tak wajar.
Terhitung sejak 9 Mei 2024, Rahmady sudah tidak menjabat Kepala Bea Cukai Purwakarta lagi agar mempermudah proses pemeriksaan lanjutan.
Direktur Humas Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, membenarkan hal ini. Rahmady dilaporkan advokat Andreas dari Kantor Hukum Eternity Global Lawfirm ke KPK, usai menemukan kejanggalan dalam LHKPN Rahmady.
Dugaan bermula dari kerja sama antara perusahaan istri Rahmady, Margaret Christina, dengan klien Andreas, Wijanto Tirtasana, terkait ekspor impor pupuk.
Rahmady memberikan pinjaman sebesar Rp7 miliar kepada Wijanto dengan syarat menjadikan Margaret sebagai komisaris utama dan memiliki saham 40 persen di perusahaan tersebut.
Namun, Wijanto mengaku menerima ancaman dari Rahmady dan istrinya mengenai uang pinjaman tersebut.
Andreas menelusuri kasus ini dan menemukan bahwa dalam LHKPN Rahmady tahun 2017 hanya sebesar Rp3,2 miliar dan meningkat jadi Rp6,3 miliar pada 2022, sementara pinjaman yang diberikan mencapai Rp7 miliar.
Bahkan angka ini lebih besar dari nilai LHKPN yang dilaporkan Rahmady.(*)