JAKARTA – DPR dan pemerintah bersepakat bahwa kasus penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) dapat diselesaikan melalui mekanisme restorative justice (RJ), atau penyelesaian perkara di luar pengadilan.
Kesepakatan tersebut pun dimuat dalam Draft Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang kini sedang dibahas DPR bersama pemerintah.
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan, usulan tersebut sekaligus mengakomodasi masukan dari berbagai kalangan masyarakat, termasuk organisasi masyarakat sipil.
Sebab, banyak pihak menilai bahwa penghinaan terhadap Presiden atau Wapres acap kali muncul dari ekspresi yang sebenarnya ditujukan sebagai kritik. Istana Bantah Wapres Ditugaskan Khusus ke Papua oleh Presiden Prabowo
“Kadang-kadang orang bermaksud mengkritik, menyampaikan kritikan, tetapi dianggap menghina. Di situlah letak pentingnya restorative justice,” kata Habiburokhman, dalam rapat Panitia Kerja (Panja) RUU KUHAP bersama pemerintah di Gedung DPR RI, Rabu (9/7/2025).
Politikus Gerindra itu berpandangan bahwa mekanisme RJ penting dikedepankan untuk membuka ruang komunikasi antara pengkritik dan pemerintah, sehingga ada klarifikasi sebelum perkara dibawa ke pengadilan.
“Komunikasi antara pihak pemerintah, diajak ngomong dulu nih orang ini, benar-benar mau menghina enggak?” ucap dia.
Oleh karena itu, lanjut Habiburokhman, DPR RI mengusulkan agar Pasal 77 huruf a RUU KUHAP menghapus pengecualian perkara penghinaan martabat Presiden atau Wapres untuk diselesaikan dengan mekanisme RJ.
Dengan begitu, perkara penghinaan Presiden dan Wapres tetap dapat menempuh penyelesaian secara damai.
“Karena itu bagian dari kesiapan kita menerima kritikan, harus ada mekanisme penyelesaian di luar pengadilan, RJ, terhadap perkara yang disebut ini,” ujar dia.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan, pemerintah sepakat dengan usulan revisi pasal tersebut.
Dia menegaskan bahwa delik penghinaan merupakan klacht delict atau delik aduan absolut, sehingga secara hukum dimungkinkan untuk diselesaikan lewat RJ.
“Setuju, Pak. Karena memang pada dasarnya, yang namanya defamation itu adalah klacht delict. Karena dia delik aduan absolut, kalau memang mau di-restorative, tidak apa-apa,” kata Edward.
Dengan kesepakatan ini, Pasal 77 RUU KUHAP akan direvisi agar tidak lagi mengecualikan perkara penghinaan Presiden dan Wapres dari mekanisme RJ.
Sebagai informasi, RUU KUHAP adalah salah satu prioritas legislasi DPR pada masa sidang ini dan telah ditetapkan sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2025. DPR menargetkan pembahasan rampung sebelum 2026.