SINJAI – Majelis Pengadilan Negeri (PN) Kota Makassar menvonis bebas satu dari tiga terdakwa kasus korupsi Jembatan Balangpangi pada 16 Juli 2024 lalu. Atas keputusan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Sinjai mengajukan kasasi.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Sinjai, Tomy Aprianto mengatakan telah menyampaikan pernyataan kasasi atas keputusan Majelis PN Makassar yang menvonis bebas terdakwa mantan PPPk Dinas PUTR Sulsel berinisial S pada 19 Juli 2024.
“Memori tuntunan sudah kita kirim ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Makassar 24 Juli 2024 lalu,” ujarnya kepada beritasulsel.com, Senin (19/8/2024).
Tommy menilai hasil tuntutan atas dasar fakta pembuktian oleh Majelis PN Makassar hanya melihat keterangan terdakwa tanpa mempertimbangkan bukti-bukti.
“Fakta persidangan yang menvonis bebas terdakwa inisial S hanya melihat keterangan dari terdakwa tanpa mempertimbangkan bukti yang terungkap di fakta persidangan,” ungkapnya.
Untuk itu, hasil memori kasasi vonis bebas terdakwa kasus korupsi jembatan Balangpangi dari pihak Kejaksaan Negeri Sinjai menunggu putusan dari Mahkamah Agung (Agung).
“Kita tunggu hasil memori Kasasi dari MA,” bebernya.
Sementara kata Tommy, dua terdakwa lainnya yakni direktur CV Lajae Putra Inisial G divonis 2,5 tahun penjara dan Sub Pelaksana Lapangan H divonis 2 tahun penjara dengan subsider 1 bulan dan denda kurang lebih Rp156 juta.
Sebelumnya, Kejari Sinjai tahun 2023 lalu menetapkan tiga orang tersangka kasus korupsi proyek pembangunan Jembatan Balangpangi yang merugikan negara kurang lebih Rp400 juta.
Ketiga tersangka masing-masing inisial G selaku direktur CV Lajae Putra dan H selaku sub pelaksana lapangan serta mantan Kabid Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulawesi Selatan (Sulsel) inisial S.
Pembangunan Jembatan Balangpangi yang terletak di Desa Bua, Kecamatan Tellulimpoe, Kabupaten Sinjai tersebut menelan anggaran sebesar Rp 2,9 Miliar dari APBD Provinsi Sulawesi Selatan tahun anggaran 2022.
Saat dilakukan tender, CV. Lajae Putra memenangkan proyek tersebut dengan harga penawaran Rp 2.319.963.090,40. Kemudian, Direktur CV Lajae Putra meminjamkan bendera kepada tersangka H.
Dalam perjalanan, tersangka G melakukan permohonan pencairan uang muka sebesar 30 persen dari nilai anggaran yaitu sebesar Rp. 695.988.929,- yang dicairkan oleh tersangka H.
Dalam proses pengerjaan Jembatan Balangpangi mengalami “Deviasi Minus” sehingga tersangka G mengajukan permohonan perpanjangan kontrak karena tidak dapat menyelesaikan pekerjaan hingga batas waktu yang ditentukan.
Tersangka S memberikan perpanjangan kontrak selama 50 hari kalender namun hingga masa perpanjangan diberikan pekerjaan juga tidak dapat diselesaikan, sehingga pembangunan Jembatan terhenti atau mangkrak akibat perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian negara kurang lebih Rp 400 juta.